PUAN

NAMA : SARAS SALIRING

MEDIA : Acrylic on canvas

UKURAN : 60 x 80 cm

TAHUN : 2021

Karya ini saya lukis sebagai bentuk ekspresi keprihatinan pada moral dan spiritualitas manusia kontemporer. Manusia tidak lagi menyeimbangkan hubungan antara Tuhan, alam dan manusia. Manusia kontemporer saat ini hanya mengorientasikan kehidupannya untuk keuntungan duniawi semata. Banyak diantaranya yang akhirnya mengdikotonomikan manusia- manusia lainnya berdasarkan kasta, ras dan gender. Hak perempuan di papua adalah salah satu bukti bahwa manusia saat ini belum benar-benar menyamaratakan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Sebuah tradisi yang membedakan anatara penis dan vaginanya seseorang adalah sebuah peradaban yang sudah tidak relevan dalam masa kini. Budaya yang merendahkan seorang puan, seolah-olah memilki vagina adalah sebuah kekurangan dan keterbatasan. Merendahkan wanita dan membatasi hak-haknya dengan alasan melestarikan budaya tradisi tidaklah menjadikan perbuatan tersebut dibenarkan. Sebuah tradisi laiknya sebuah obat, dimana obat tersebut harus disesuaikan dengan penyakit dan keadaan seseorang yang sedang sakit. Begitu juga dengan budaya dan tradisi, ia harus dapat menyesuaikan dengan wadahnya yaitu pengetahuan dan zaman. Diskriminasi terhadap ras dan warna kulit adalah salah satu bentuk tradisi yang diperoleh dari pemikiran penjajah. Mereka menanamkan moral untuk membenci bangsanya sendiri. Oleh karena itu, ketika seseorang yang masih mendiskriminasi manusia lainnya, sesungguhnya mentalnya belum pernah merdeka. Bagaimana bisa seseorang berpandangan sempit membedakan manusia satu dengan manusia lainnya berdasarkan warna kulit dan ras? Padahal kita hanyalah makhluk ciptaan tuhan yang tediri atas tulang, daging dan kulit. Tidak ada yang membedakan kita satu sama lain. Yang membedakan kita hanyalah bagaimana cara kita membentuk sebuah jiwa yang murni atau bahkan sebaliknya.