Pengalaman kekerasan yang dialami perempuan Papua tidak terlepas dari konflik panjang yang sudah lama terjadi di Papua, sejak tahun 1963 hingga saat ini. Kekerasan diterima perempuan Papua dari berbagai pihak, baik kekerasan yang dilakukan oleh negara, kekerasan domestik dan kekerasan yang diterima dari keduanya.
Namun, banyaknya kekerasan yang terjadi pada perempuan tidak juga membuat pemerintah fokus mengakhiri kekerasan terhadap perempuan di Papua. Walaupun Papua telah mengecap status Otonomi Khusus selama hampir 20 tahun, banyak perempuan Papua yang terus hidup di pinggiran, jauh dari jangkauan manfaat pembangunan, dan hidup dalam lingkaran kekerasan.
Salah satu permasalahan yang dihadapi perempuan Papua adalah ketidakpastian kepemilikan sumber daya alam dan tanah ulayat yang menghambat penguatan perempuan Papua dan berkontribusi pada kekerasan yang berulang. Meskipun perempuan Papua memainkan peran utama dalam merawat hutan dan kebun. Proyek-proyek pemerintah dan swasta mengakibatkan perempuan Papua kehilangan tanah dan hutan yang merupakan sumber kehidupan mereka.
Menghadapi berkurangnya lahan dan sumber daya alam untuk bertahan hidup, perempuan Papua tidak hanya berdiam diri. Banyak inisiatif yang dibangun kelompok perempuan untuk mempertahankan hutan dan lingkungannya secara berkesinambungan. Kampanye ini bertujuan untuk mengamplifikasi pengalaman-pengalaman kekerasan dan konflik yang dialami perempuan Papua dan perjuangan mereka melanjutkan kehidupan dalam kekerasan.